Recent Articles

Blog Search

Selamat Hari Kartini 2022 - Biografi & Sejarahnya

Selamat Hari Kartini 2022 - Biografi & Sejarahnya

Jakarta, Indonesia - 20 April 2022

 

Memperingati Hari Kartini tahun ini yang tepat jatuh pada tanggal 21 April 2022, sudah 143 tahun lamanya sejak kelahiran “Ibu Kita Kartini”.

Kehadirannya menjadi perhatian utama gender di Indonesia, terutama di bidang pendidikan. Raden Ajeng Kartini adalah salah satu pahlawan perempuan Indonesia yang berkat pemikirannya membuat emansipasi wanita kian meluaskan peran perempuan.

Pada setiap tahunnya tanggal 21 April, ada sejarah yang panjang dan rumit untuk melatarbelakangi dari perjuangan Raden Adjeng Kartini.

Jadi, bagaimana sih kisah R.A. Kartini ini? Yuk, kita simak dulu mengenai biografi, sejarah dan ceritanya berikut ini!

 

Biografi R.A. Kartini

Kartini, atau biasa dikenal dengan R.A. Kartini atau Ibu Kita Kartini, adalah perintis dan pondasi dari pendidikan perempuan di Indonesia, terutama untuk pribumi. Tanpa adanya Kartini, mungkin perempuan Idnonesia tidak akan bisa mendapatkan hak pendidikan setinggi seperti sekarang ini.

R.A. Kartini memiliki nama lengkap Raden Adjeng Kartini Djojo Adhiningrat. Beliau lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879.

Kartini berasal dari keluarga yang terpandang. Dikutip dari situs Kemdikbud, Kartini dilahirkan di tengah keluarga bangsawan dari seorang ayah yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.

Sang ibu yang bernama M.A. Ngasirah, bukan berasal dari keturunan bangsawan melainkan hanya rakyat biasa M.A. Ngasirah merupakan anak dari seorang Kiai atau guru agama Islam di Telukawur, Jepara.

Selain dari keluarga terpandang, ia juga berasal dari keluarga yang dikenal cerdas. Sebab, kakak laki-lakinya, Sosrokartono, dikenal sebagai orang yang ahli dalam bidang bahasa.

Silsilah keluarga Kartini dari garis keturunan ayahnya merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bahkan jika ditelusuri ke atas lagi, R.A. Kartini merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit.

Pada mulanya, ayah dari Kartini adalah seorang Wedana (sekarang Pembantu Bupati) di Mayong. Namun, karena peraturan kolonial Belanda ketika itu yang mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga, akhirnya ayah Kartini mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara menggantikan ayah dari R.A. Woerjan, yaitu Titrowikromo.

Kakek dari Kartini adalah Pangeran Ario Tjondronegoro IV, yang menjadi bupati di usia yang sangat muda pada saat ini, yakni 25 tahun. Keluarganya merupakan keluarga bupati pertama yang diberikan pendidikan Barat, sesuai keinginan kakeknya tersebut hingga berumur 12 tahun. Kartini disekolahkan di Europese Lagere School, di mana Kartini menguasai bahasa Belanda.

Namun ketika menginjak usia remaja, Kartini berhenti sekolah karena harus melewati masa pingitan untuk dinikahkan. Selama masa pingitan inilah, Kartini menjalani pelatihan untuk mengurus rumah tangga, mempersiapkan dirinya menjadi istri.

Di sela waktu luangnya, Kartini gemar membaca, mulai dari koran harian De Locomotief yang diterbitkan di Semarang, majalah budaya, hingga majalah wanita. Semuanya rata-rata diterbitkan dalam bahasa Belanda.

Kartini pun mulai menulis artikel yang beliau kirimkan ke surat kabar Belanda. Menginjak usia 14 tahun, karya tulisan Kartini berjudul “Upacara Perkawinan pada Suku Koja” dimuat dalam surat kabar Belanda, yaitu Holandsche Lelie.

Dalam masa pingitannya, Kartini juga sempat mengirimkan surat-surat mengenai masalah feodalisme di Indonesia, perjodohan paksa bagi perempuan Jawa, poligami, serta betapa kurangnya pendidikan bagi perempuan-perempuan di Indonesia.

Selain menulis artikel, Kartini juga mempunyai sahabat pena dari Belanda. Salah satunya adalah pasangan Jacques Henrij Abendanon dan Rosa Manuela Abendanon, serta Estelle Zeehandelaar. Sahabat-sahabat penanya ini sangat mendukung Kartini dalam pergerakan kesetaraan pendidikan bagi perempuan Jawa di Indonesia.

Pada tanggal 12 November 1903, orangtua Kartini memintanya untuk menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang telah memiliki tiga istri.

Namun, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat sangat mengerti citi-cita Kartini. Sehingga beliau juga mengizinkan dan mendukung Kartini dalam mendirikan sekolah bagi wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang. Sekolah tersebut berada di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Kartini juga dapat memiliki keleluasaan lebih untuk belajar melalui kehidupan dan pekerjaan suaminya sebagai bupati.

Kemudian dari pernikahannya tersebut, Kartini dikaruniai seorang anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat.

Anak pertama yang juga anak semata wayang dari Kartini ini lahir pada tanggal 13 September 1904. Karena selang beberapa hari kemudian setelah melahirkan, pada tanggal 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas terakhirnya pada usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Namun, berkat kegigihan R.A. Kartini, kemudian didirikanlah “Sekolah Kartini”, Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912 dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.

Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh politik Etis.

 

Sejarah Ditetapkan Hari Kartini

Wafatnya R.A. Kartini tidak serta-merta mengakhiri perjuang R.A. Kartini semasa hidupnya.

Salah satu temannya di Belanda, Mr. J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda, mengumpulkan surat-surat yang dulu pernah dikirimkan oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa.

Abendon kemudian membukukan seluruh surat itu dan diberi nama Door Duisternis tot Licht yang jika diartikan secara harfiah berarti “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.

Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1911 dan cetakan terakhir ditambahkan surat “baru” dari Kartini.

Namun, pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya tidak pernah bisa dibaca oleh beberapa orang pribumi yang tidak dapat berbahasa Belanda.

Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendanon dengan bahasa Melayu yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran”.

Kemudian, tahun 1938, salah satu sastrawan bernama Armijn Pane yang masuk dalam golongan Pujangga Baru menerbitkan versi translasinya sendiri dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.

Versi milik Pane membagi buku ini dalam lima BAB untuk menunjukkan cara berpikir Kartini yang terus berubah.

Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai muncul, dan semua ini dilakukan agar tidak ada yang melupakan sejarah perjuangan RA. Kartini semasa hidupnya.

Pemikiran Kartini banyak mengubah pola pikir masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi ketika itu.

Tulisan-tulisannya juga menjadi inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu seperti W.R. Soepratman yang kemudian membuat lagu yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini’.

Presiden Soekarno sendiri kala itu mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, yang berisi penetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini sampai sekarang.

 

Itu dia artikel mengenai biografi dan sejarah singkat dari R.A. Kartini, semoga bermanfaat.

Nah, bagi kamu yang sedang mencari aksesoris untuk gadget maupun komputer, kamu bisa kunjungi Official Store DiKlikAja dari platform online (marketplace) seperti Shoppe, Tokopedia, Lazada, Bukalapak, JD.id, dan Blibli. Atau kunjungi langsung website kami www.DiKlikAja.com.

Namun jika kamu masih ragu beli online, kamu bisa membeli secara offline, dengan datang langsung ke office / toko DiKlikAja.com di alamat; Rukan Mangga Dua Square Blok C No.32, Jl. Gunung Sahari Raya No.1, Jakarta Utara, Indonesia, 14420.

Leave a Reply

* Name:
* E-mail: (Not Published)
   Website: (Site url withhttp://)
* Comment:
Type Code